• Breaking News

    BENTUK-BENTUK PEMBIAYAAN PERSONAL DALAM PERBANKAN SYARIAH

    BAB II
    BENTUK-BENTUK PEMBIAYAAN PERSONAL DALAM PERBANKAN
    SYARIAH
    A. Pengertian Pembiayaan Dalam Kegiatan Perbankan Syariah
    Mencermati perkembangan bank syariah di Indonesia tersebut sekilas
    memang cukup membanggakan. Namun apabila di bandingkan dengan bank
    konvensional perkembangan bank syariah hingga saat ini masih kurang
    menggembirakan. Disamping itu, praktek perbankan syariah saat ini masih di
    dominasi oleh produk Murabahah. Hal ini dapat di buktikan dari beberapa hasil
    survei, ternyata bank-bank syariah pada umumnya banyak menerapkan
    murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliput kurang lebih
    tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka.
    Pertumbuhan bank syariah di Indonesia sendiri diawali dengan
    dikeluarkannya Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
    kemudian disempurnakan oleh Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
    Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
    memberikan peluang yang lebih luas bagi bank syariah untuk menyelenggarakan
    kegiatan usaha, termasuk pemberian kesempatan kepada bank umum
    konvensional untuk membuka kantor cabang yang khusus melaksanakan kegiatan
    berdasarkan prinsip syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi
    bank syariah.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    37
    37
    Namun sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
    tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 memiliki
    beberapa ketentuan umum yang menarik untuk dicermati. Ketentuan umum
    dimaksud (Pasal 1) adalah merupakan sesuatu yang baru dan akan memberikan
    implikasi tertentu, antara lain:
    1. Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan
    Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan
    antara kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
    2. Definisi prinsip syariah. Dalam definisi dimaksud memiliki dua pesan penting
    yaitu:
    a. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam; dan
    b. Penetapan pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang
    menjadi dasar prinsip syariah.
    3. Penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai pihak terafiliasi seperti halnya
    akuntan publik, konsultan dan penilai.
    4. Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan dengan
    definisi yang ada dalam undang-undang sebelumnnya tentang perbankan
    (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998). Dalam definisi terbaru,
    pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa,
    transaksi jual-beli, transaksi pinjam-meminjam dan transaksi sewa-menyewa
    jasa (multi-jasa).
    Pemberian kredit di bank konvensional atau pembiayaan di bank syariah
    merupakan kegiatan utama dan menjadi sumber utama pendapatan bank.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    38
    38
    Disamping itu pemberian kredit atau pembiayaan juga dapat menjadi sumber
    utama kegagalan bank, sebab pemberian kredit atau pembiayaan dapat
    mempengaruhi tingkat kesehatan dan kelangsungan hidup bank.
    Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, pengertian pembiayaan
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    35
    38 dapat didefinisikan sebagai berikut :
    “Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
    dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
    antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
    untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
    waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.”
    Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
    pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa, transaksi
    jual-beli, transaksi pinjam-meminjam dan transaksi sewa-menyewa jasa (multijasa).
    Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
    Perbankan Syariah, definisi pembiayaan sebagai berikut : “Pembiayaan dapat
    berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi
    pinjam meminjam dan transaksi sewa menyewa jasa (multi-jasa)”.39
    Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan yang terpuruk akibat krisis
    yang melanda perekonomian Indonesia terutama sektor perbankan dengan adanya
    peningkatan kredit macet yang diakibatkan oleh peningkatan tingkat suku bunga
    sehingga melemahkan iklim investasi, perbankan syariah terbukti mampu
    bertahan. Hal ini disebabkan sistem operasional bank syariah tidak menjadikan
    uang sebagai komoditas dalam perdagangan tapi sebatas alat dalam transaksi
    ekonomi.
    Sistem pembiayaan memiliki peran yang sangat penting bagi dunia
    perbankan karena merupakan salah satu aktivitas utama perbankan, terutama bagi
    bank syariah. Salah satu bentuk pembiayaan yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut
    Syariah Cabang Medan dalam pelaksanaan prinsip jual beli adalah pembiayaan
    38 Kasmir , Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 73.
    39 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,ikhtisar.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    36
    36
    Murabahah. Tentang murabahah, maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem
    jual beli yang dalam fiqh biasa disebut secara etimologis dapat diartikan dengan
    tukar menukar atau menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain atau
    (mengeluarkan benda yang dimiliki dengan suatu pengganti)40. Lafadz al-bai'
    dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata
    asy-syira (beli).
    Dengan demikian dengan al-bai'. Ditinjau dari segi harga, al-bai’dapat
    dikategorikan menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah murabahah. Jual beli
    dalam terminologi fiqh disebut dengan al-bai' yang kata al-bai' berarti jual, tetapi
    sekaligus juga berarti beli.41 Secara konseptual, murabahah sebagai salah satu
    bentuk jual-beli, sangat banyak dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara
    operasional dia merupakan salah satu produk perbankan Islam di antara produkproduk
    yang lain.42 Murabahah merupakan suatu perjanjian yang disepakati antara
    bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk bahan baku
    atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali
    oleh nasabah sebesar harga jual bank yaitu harga beli bank ditambah margin
    keuntungan pada saat jatuh tempo.
    Pembiayaan ada kalanya mengambil keuntungan berdasarkan margin
    keuntungan (profit margin). Bank syariah dalam penyaluran dananya kepada
    nasabah penerima pembiayaan tidak dapat dipastikan memperoleh keuntungan
    tertentu (modal pembiayaan ditambah return) sebagaimana dalam skim
    40 Abdul Ghofur Anshori, Pokok–Pokok Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta:
    Penerbit Citra Media, 2006), hlm. 30.
    41 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, (Bandung: Penerbit PT. al-Ma’arif, 1987), hlm.
    44.
    42 Ibid., hlm 45.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    37
    37
    pembiayaan yang mengambil keuntungan berdasarkan margin keuntungan43.
    Akan tetapi, justru pihak bank sangat memungkinkan mengalami kerugian apabila
    usaha nasabahnya mengalami kegagalan atau kebangkrutan. Hal inilah yang
    menjadi konsekuensi dari skim pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit and
    loss sharing). Profit and loss sharing adalah berbagi keuntungan dan kerugian
    selanjutnya disebut (PLS).
    Namun sebaliknya, apabila usaha nasabah berhasil maka akan memperoleh
    bagi hasil yang lebih besar. Apabila dibandingkan penyaluran dana melalui skim
    pembiayaan berdasarkan margin keuntungan, ini karena di antara kedua pihak
    telah ada kesepakatan bagi hasilnya, yang biasanya berkisar 30% (tiga puluh
    persen)-70% (tujuh puluh persen), 40% (empat puluh persen)-60% (enam puluh
    persen), atau 50% (luma puluh persen)-50% (luma puluh persen).
    Atas dasar tingkat spekulasi yang tinggi dalam skim pembiayaan, maka
    umumnya bank syariah sangat berhati-hati dalam melakukan penyaluran dana
    melalui skim ini. Terlebih apabila mengingat bahwa bank syariah sebagaimana
    bank konvensional adalah merupakan lembaga intermediary keuangan, dimana
    dana yang dikelola oleh bank sebagian besar merupakan dana pihak ketiga
    (nasabah kreditur) baik yang berupa dana tabungan (titipan/wadi’ah) maupun
    dana investasi yang berupa deposito (mudharabah atau musyarakah).44
    Sebagaimana lazimnya bahwa dana nasabah tersebut dalam sewaktu-waktu atau
    dalam jangka waktu tertentu akan diambil kembali oleh nasabah dengan tambahan
    43 Arif Matuhin, dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan
    oleh Arif Mahtuhin, Cet-I (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2004), hlm.ix.
    44 Arif Matuhin, Op. Cit., hlm.x.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    38
    38
    keuntungan baik yang berupa bagi hasil (bila merupakan dana investasi) atau
    bonus (bila berupa dana titipan).
    Bank syariah yang terdiri dari Bank Unit Syariah dan Bank Perkreditan
    Rakyat Syariah (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
    Syariah Pasal 18) serta Unit Usaha Syariah, pada dasarnya melakukan kegiatan
    usaha yang sama dengan bank konvensional yaitu melakukan penghimpunan dan
    penyaluran dana masyarakat disamping penyediaan jasa keuangan lainnya.
    Perbedaannya adalah seluruh kegiatan usaha bank syariah dan Unit Usaha Syariah
    didasari pada prinsip syariah. Implikasinya, disamping harus selalu dengan prinsip
    hukum Islam juga adalah prinsip syariah memiliki berbagai variasi akad yang
    akan menimbulkan variasi produk yang lebih banyak dibandingkan produk bank
    konvensional.45
    Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, maka setiap pihak dilarang untuk
    melakukan kegiatan penghimpunan dana berdasarkan prinsip syariah tanpa izin
    Bank Indonesia (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
    Perbankan Syariah). Sedangkan di sisi lain, kegiatan penyaluran dana berdasarkan
    prinsip syariah harus dilakukan secara berhati-hati melalui penilaian secara
    seksama, agar bank syariah dan Unit Usaha Syariah memiliki keyakinan atas
    kemauan dan kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya sesuai
    akad serta keyakinan atas kesesuaian dengan prinsip syariah (Pasal 23 Undang-
    Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah).
    45 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 9.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    39
    39
    Sebagai wujud dari sikap kehati-hatian bank melakukan penyaluran
    dananya melalui skim pembiayaan ini, sebelum memberikan persetujuan
    pembiayaan, pihak bank harus melakukan penelitian dan penilaian yang seksama
    terhadap calon nasabah debiturnya, yaitu dengan melakukan prinsip 5 (lima) C,
    yaitu: Character, Capital, Collateral, Capacity and Condition of Economy.
    Memang secara teoritis bahwa yang terpenting pertama adalah karakter
    dari nasabah calon penerima pembiayaan (nasabah debitur), karena jika
    karakternya baik, sekalipun kondisinya buruk, nasabah debitur akan tetap
    berusaha serius dan dengan jujur mengembalikan dana pembiayaan yang telah
    disepakati dalam perjanjian. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada
    kenyataannya jaminan sangat menentukan tingkat keamanan pembiayaan yang
    disalurkan oleh bank. Di samping itu, keberadaan agunan menjadi sangat penting,
    dan hal ini berhubungan dengan filosofi dasar dari dana bank, yaitu bahwa dana
    bank adalah dana nasabah, dana masyarakat, yang oleh karenanya harus
    dilindungi dan digunakan secara sangat hati-hati.
    B. Pembiayaan Personal Dalam Perbankan Syariah
    Kontrak dalam pembiayaan personal merupakan salah satu bentuk natural
    contract centainty karena dalam pembiayaan personal ditentukan berapa required
    rate of profitnya. Natural centainty contract merupakan kontrak dalam bisnis
    yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun
    waktu (timing)-nya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena
    sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Kontrak
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    40
    40
    ini menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya, biasanya
    berupa barang dan jasa, harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik
    jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price) dan waktu
    penyerahannya (time of delivery). Produk perbankan syariah yang termasuk dalam
    kategori ini adalah pembiayaan bai’ al-murabahah dan ijarah.
    Dalam perbankan syariah, suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum
    dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya adalah sebagai berikut:
    1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram;
    2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan dalam masyarakat;
    3. Apakah proyek termasuk perbuatan yang melanggar kesusilaan;
    4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian;
    5. Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang ilegal;
    6. Apakah proyek merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak
    langsung.
    Adapun bentuk dalam pembiayaan personal dalam perbankan syariah
    dapat di uraikan sebagai berikut:46
    1. Pembiayaan Modal Kerja
    Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk perpytaran usaha
    atau proses produksi perusahaan, seperti pembiayaan likuiditas (cash
    financing) dan pembiayaan investor (inventory financing).
    2. Pembiayaan Investasi
    46 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek,
    (Jakarta: Al Vabet, 2000), hlm. 15.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    41
    41
    Yaitu yang diberikan kepada nasabah untuk memenuhi barang-barang
    modal (capital goods) serta fasilitas yang terkait dengan itu, seperti
    pembiayaan mesin-mesin pabrik (machinery financing), atau pembiayaan
    dinas (vehicle financing).
    3. Pembiayaan Konsumtif
    Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk kebutuhan
    konsumsi, seperti pembiayaan sepeda motor, pembiayaan mobil, ataupun
    pembiayaan elektronik.
    4. Pembiayaan Kebajikan
    Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk kebutuhan
    mendesak dan jangka pendek tanpa mengharapakan imbalan dari nasabah.
    Biasanya pembiayaan ini diberikan unruk membantu usaha-usaha kecil
    (qardhul hasan) seperti pembiayaan untuk dagang mie aceh, ataupun
    warteg, dll.
    Pembiayaan personal di atas dapat diterapkan pada sektor-sektor usaha :
    1. Sektor Perdagangan, seperti perdagangan komoditi hasil industri, bahan
    kebutuhan pokok, barang perlengkapan kantor, atau perdagangan kendaraan
    bermotor.
    2. Sektor Industri, seperti pengolahan hasil kayu, hasil perkebunan, tekstil,
    kerajinan tangan, dan makanan.
    3. Sektor Jasa, seperti jasa konsultasi manajemen, pelayanan angkutan umum,
    lembaga pendidikan, rumah sakit, dan sektor lainnya.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    42
    42
    Pada bank syariah, walaupun dasar pertimbangan pembiayaan adalah hasil
    penilaian berdasarkan prinsip 5 (lima) C, dimana collateral atau jaminan adalah
    faktor yang penting dalam pemberian pembiayaan, namun unsur yang paling
    utama adalah prinsip kepercayaan. Bank syariah dapat menyalurkan dananya
    dalam bentuk pembiayaan baik dengan ataupun tanpa adanya jaminan dari pihak
    yang membutuhkan dana. Hal ini tergantung pada penilaian bank terhadap pihak
    yang membutuhkan dana, apakah ia sanggup untuk melunasi ataupun
    mengembalikan dana yang telah diberikan padanya.
    Dari hal-hal yang diuraikan diatas, tampak jelas bahwa jaminan bukanlah
    hal utama yang menjadi acuan dalam pemberian pembiayaan seperti yang
    dilakukan pada bank konvensional. Hal utama yang paling penting adalah bahwa
    pembiayaan tersebut tidak boleh bertentangan dengan apa yang telah diatur dalam
    syariah Islam.
    Sistem pembiayaan merupakan suatu kerangka dari prosedur–prosedur
    yang berhubungan dengan proses penyediaan uang atau tagihan yang
    dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak
    bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
    mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
    imbalan atau bagi hasil.
    Walaupun biasanya pihak bank memberikan besarnya jumlah pembiayaan
    lebih kecil dari nilai jaminan yang diberikan, namun tidak jarang diberikan jumlah
    pembiayaan yang sama ataupun yang lebih besar dari nilai jaminan. yang
    diberikan, bahkan pembiayaan dapat diberikan tanpa adanya jaminan sekalipun
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    43
    43
    apabila pihak yang membutuhkan dana dianggap mampu untuk mengembalikan
    dana yang telah diberikan oleh bank. Hal ini disebabkan karena faktor yang
    terpenting dari pembiayaan tersebut adalah kepercayaan.
    Dengan demikian, jelaslah bahwa urgensi dalam perjanjian murabahah
    mutlak harus menggunakan jaminan, agar nasabah dalam melakukan pembelian
    barang yang pembayarannya dilakukan secara tangguh atau angsur, tidak
    menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian yang telah
    disepakati bersama. Jaminan menempatkan pembeli untuk bertanggung jawab
    sesuai dengan kesepakatan bersama.
    C. Bentuk Pembiayaan Personal Syariah
    Sebenarnya, keunggulan pembiayaan personal syariah yang dalam hal ini
    dikategorikan adalah bai’ al-murabahah, karena selain jauh dari praktek ribawi, ia
    juga berupaya untuk mengunggulkan praktek qirad (bagi hasil) yang ada pada
    produk syariahnya seperti ;
    1. Pembiayaan Musyarakah
    Kerjasama dalam penyertaan modal antara pihak bank dan nasabah dengan
    keuntungan dibagi menurut kesepakatan nisbah bagi hasil.
    2. Pembiayaan Istisna’
    Dalam fatwa DSN-MUI, dijelaskan bahwa jual beli istisna’ adalah akad jual
    beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
    persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan
    penjual (pembuat, shani). Pada dasarnya pembiayaan istishna’ merupakan
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    44
    44
    transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah mu’ajjal. Namun
    berbeda dengan jual beli murabahah, dimana barang diserahkan dimuka
    sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istisna’ barang diserahkan
    dibelakang, walaupun uanganya juga sama-sama dibayar secara cicilan.
    Dengan demikian, metode pembayaran pada jual beli murabahah mu’ajjal
    sama persis dengan metode pemabayaran dalam jual beli istishna’, yakni samasama
    dengan sistem angsuran (installment). Satu-satunya hal yang
    membedakan antara keduanya adalah waktu penyerahan barangnya. Dalam
    murabahah mu’ajjal, barang diserahkan dimuka, sedangkan dalam istishna’
    barang diserahkan dibelakang, yakni pada akhir periode pembiayaan.
    3. Pembiayaan Ijaroh
    Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
    perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama
    saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek
    transaksinya, pada ijarak objek transaksinya adalah barang maupun jasa. Pada
    dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk manfaatkan barang atau jasa
    dengan membayar imbalan tertentu, menurut fatwa DSN ijarah adalah akad
    perpindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
    tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
    kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada
    perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang
    menyewakan kepada penyewa.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    45
    45
    4. Pembiayaan Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT)
    Al-Bai Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua
    buah akad, yakni akad Al-Bai’ dan akad Ijaroh Muntahia Bittamlik
    (IMBT), Al-Bai’ merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan
    kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir
    masa sewa. Dalam ijarah muntahia bittamlik, pemindahan hak milik
    barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut :
    a. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual
    barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
    b. Pihak yang menyewakan berjanji akan mengubah barang yang
    disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
    c. Ijarah Mumtahia Bittamlik adalah merupakan kombinasi antara sewa
    menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Dalam
    ijarah mumtahia bittamlik terjadi kepemindahan hak milik barang
    yaitu dengan cara :
    5. Pembiayaan Mudhorobah
    Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak
    zaman Nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh Bangsa Arab sebelum
    turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW berprofesi sebagai
    pedagang, beliau melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan
    demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini
    dibolehkan baik menurut Al-Qur’an, Sunnah mapun Ijma’ faktor-faktor
    yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    46
    46
    1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
    2) Obyek Mudharabah (Modal dan kerja)
    3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab qobul)
    4) Nisbah keuntungan.
    Ternyata bank-bank syariah pada umumnya banyak menerapkan
    murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliput kurang lebih
    tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka. Berbicara tentang
    murabahah, maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem jual beli yang dalam
    fiqh biasa disebut dengan al-bai’47. Ditinjau dari segi harga, al-bai’ dapat
    dikategorikan menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah murabahah. Secara
    konseptual, murabahah sebagai salah satu bentuk jual beli, sangat banyak
    dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara operasional dia merupakan salah
    satu produk perbankan Islam di antara produk-produk yang lain.
    Sejatinya skim produk yang disediakan oleh perbankan syariah secara
    umum terbagi kepada beberapa bagian sebagaimana skema berikut ini.
    Produk penghimpunan dana (liabilities) :
    JENIS PRODUK
    SKIM SYARIAH YANG
    DIGUNAKAN
    Tabungan
    Wadi’ah
    Mudharabah
    Giro Wadi’ah
    47 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A Marzuki, jilid 12,
    (Bandung: Penerbit PT. Al Ma’arif, 1987), hlm 44.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    47
    47
    Mudharabah
    Deposito Mudharabah
    Produk penyaluran dana (assets) :
    JENIS PRODUK
    SKIM SYARIAH YANG
    DIGUNAKAN
    Jual beli
    Murabahah
    Salam
    Istishna’
    Bagi Hasil
    Mudharabah
    Musyarakah
    Jasa Lainnya
    Wakalah
    Kafalah
    Ji’alah
    Hawalah
    Ijarah
    D. Kelemahan dan Kelebihan Pembiayaan Personal pada Bank Syariah
    1. Kelemahan pembiayaan personal pada bank syariah.
    Sejatinya masih banyak celah hukum yang mungkin terjadi dalam
    pembiayaan personal pada bank syariah, yang harus diantisipasi dan dikelola
    dengan baik agar operasional bank dapat berjalan dengan baik dan tujuan
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    48
    48
    perusahaan dapat tercapai. Oleh karenanya diperlukan sumberdaya manusia yang
    mampu mengejawantahkan nilai nilai syariah dan hukum positif kedalam praktik
    perbankan secara baik, komprehensif dan menyeluruh.
    Banyak terjadi pembiayaan default pada bank syariah yang disebabkan
    oleh kekurangpahaman praktisi bank syariah dan kurangnya pengalaman yang
    dimiliki mereka. Disamping lemahnya akad pembiayaan yang telah mereka buat
    sehingga tidak memungkinkan dicarikan jalan keluar dengan cara litigasi. Hal ini
    memberikan PR tersendiri bagi pelaku bisnis perbankan syariah dan kita selaku
    penegak hukum agar kepastian hukum dapat terwujud tanpa mengenyampingkan
    kaidah-kaidah syariah yang menjadi dasar hukum keuangan dan perbankan
    syariah secara umum.
    Saat ini banyak masyarakat yang menanyakan model pembiayaan personal
    yang dipraktekkan bank syariah. Karena ada indikasi pembiayaan personal
    tersebut menyerupai kredit yang dipraktekkan bank konvensional.48 Pernyataan ini
    perlu diluruskan, sehingga masyarakat dapat memahami praktek pembiayaan
    personal di bank syariah secara benar. Sekaligus juga dapat membedakan dengan
    praktek kredit yang biasa dijalankan oleh industri jasa keuangan konvensional.
    Namun demikian halnya perlu dipahami bahwasanya transaksi perbankan
    syariah adalah sebuah kasus perdata yang tidak dapat dipisahkan dengan praktek
    kehidupan sehari–hari, hanya saja fitur dari produk produknya lebih unik dan
    rigid dengan aturan aturan Syariah Islam yang tidak boleh dilanggar. Oleh
    karenanya siapapun dia yang berhubungan dengan bank syariah harus dapat
    48 Sinungan Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, (Jakarta: Bumi
    Aksara,1997), hlm. 24.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    49
    49
    memahami dengan benar bagaimana karakter produk yang disediakan oleh
    perbankan syariah agar tidak terjebak kedalam kesalahpahaman dan menimbulkan
    perspektif negatif terhadap institusi itu.
    2. Kelebihan pembiayaan personal pada bank syariah.
    Sudah lebih dua belas tahun usia perbankan syariah di Indonesia, ada sisi
    yang patut disyukuri namun ada juga yang patut dikritisi. Satu sisi, perkembangan
    aset perbankan syariah cukup menggembirakan di mana jika pada Februari 2004
    tercatat sekitar Rp. 7 (tujuh) triliun, pada Juni 2004 dilaporkan telah mencapai Rp.
    8 (delapan) triliun. Kemungkinan paling besar pelonjakan ini karena kesan dari
    fatwa MUI tentang bunga bank haram pada Desember 2003. Namun di sisi lain,
    kecenderungan pembiayaan perbankan syariah justru patut dikritisi. Ini karena
    seperti yang dilaporkan Direktorat Bank Syariah Bank Indonesia, hingga Januari
    2004 menunjukkan pembiayaan dengan akad murabahah mencapai Rp. 4,1 triliun
    atau 85 % (delapan puluh lima persen), sementara pembiayaan Mudarabah (bagi
    hasil) hanya Rp.899,6 miliar 15% (lima belas persen) .
    Sebenarnya, kelebihan pembiayaan personal pada perbankan syariah
    karena selain jauh dari praktek ribawi, ia juga berupaya untuk mengunggulkan
    praktek qirad (bagi hasil) yang ada pada produk musyarakah dan mudharabah.49
    Ini karena kedua produk bagi hasil inilah yang akan memberikan dampak yang
    cukup luas terhadap peningkatan perekonomian umat.50 Namun, yang terjadi
    sampai dengan saat ini kedua produk bagi hasil ini masih termarjinalkan dan yang
    muncul kepermukaan adalah produk murabahah.
    49 Arif Matuhin, dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan
    oleh Arif Mahtuhin, Cet-I, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2004), hlm.xx.
    50 Ibid., hlm. xi.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    50
    50
    Adapun kelebihan dari pembiayaan personal pada bank syariah sebagai
    berikut ;
    1. Adanya rasa tenteram dan tenang karena pembiayaan syariah terhindar dari
    transaksi ribawi ;
    2. Variasi produk pembiayaan syariah yang lengkap untuk mendukung kegiatan
    usaha anda; dan
    3. Pembiayaan dapat diberikan dalam mata uang Rupiah dan USD.
    Manakala kita berhubungan dengan perbankan syariah dan membutuhkan
    dana untuk memenuhi kebutuhan kita, maka yang lebih dahulu dipertanyakan
    adalah untuk keperluan apa dana yang kita ajukan nanti sebab harus disesuaikan
    dengan skim syariahnya. Apakah untuk keperluan pembelian barang riil (tangible
    asset) seperti rumah, mobil dan sebagainya, atau untuk memenuhi kebutuhan jasa
    non riil (intangible asset) seperti pendidikan dan kesehatan.51
    Hal ini terkait erat dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh
    Dewan Syariah Nasional mengenai karakteristik seluruh skim syariah yang ada.
    Bagi mereka yang sudah terbiasa berhubungan dengan perbankan konvensional
    hal ini terkesan agak rumit akan tetapi disinilah sesungguhnya salah satu
    kelebihan pembiayaan personal pada bank karena eksesnya hal ini akan
    mendorong tumbuh dan berkembangnya ekenomi sektor riil baik industri dan
    perdagangan. Bukan melahirkan ekonomi balon udara (bubble economy) yang
    51 Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar Teknik Manajemen Kredit, (Jakarta : Penerbit
    Bumi Aksara, 1995), hlm. 45.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
    51
    51
    rentan terhadap krisis. Sebagaimana kaidah fiqh yang mengatakan ; “ekonomi
    sektor finansial harus selalu terkait dengan ekonomi sektir riil”.52
    52 Hukum Islam.Ekonomi Syariah: “Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam
    Perbankan Syariah di Indonesia”, Vol. V Nomor 1. Juli 1996.
    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    Infokan pada teman/kerabat anda yang membutuhkan informasi ini. KLIK TOMBOL :

    FacebookGoogle+Twitter WhatsApp

    Tidak ada komentar

    Post Bottom Ad