BENTUK-BENTUK PEMBIAYAAN PERSONAL DALAM PERBANKAN SYARIAH
BAB II
BENTUK-BENTUK PEMBIAYAAN PERSONAL DALAM PERBANKAN
SYARIAH
A. Pengertian Pembiayaan Dalam Kegiatan Perbankan Syariah
Mencermati perkembangan bank syariah di Indonesia tersebut sekilas
memang cukup membanggakan. Namun apabila di bandingkan dengan bank
konvensional perkembangan bank syariah hingga saat ini masih kurang
menggembirakan. Disamping itu, praktek perbankan syariah saat ini masih di
dominasi oleh produk Murabahah. Hal ini dapat di buktikan dari beberapa hasil
survei, ternyata bank-bank syariah pada umumnya banyak menerapkan
murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliput kurang lebih
tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka.
Pertumbuhan bank syariah di Indonesia sendiri diawali dengan
dikeluarkannya Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
kemudian disempurnakan oleh Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
memberikan peluang yang lebih luas bagi bank syariah untuk menyelenggarakan
kegiatan usaha, termasuk pemberian kesempatan kepada bank umum
konvensional untuk membuka kantor cabang yang khusus melaksanakan kegiatan
berdasarkan prinsip syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi
bank syariah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
37
Namun sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 memiliki
beberapa ketentuan umum yang menarik untuk dicermati. Ketentuan umum
dimaksud (Pasal 1) adalah merupakan sesuatu yang baru dan akan memberikan
implikasi tertentu, antara lain:
1. Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan
antara kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
2. Definisi prinsip syariah. Dalam definisi dimaksud memiliki dua pesan penting
yaitu:
a. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam; dan
b. Penetapan pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang
menjadi dasar prinsip syariah.
3. Penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai pihak terafiliasi seperti halnya
akuntan publik, konsultan dan penilai.
4. Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan dengan
definisi yang ada dalam undang-undang sebelumnnya tentang perbankan
(Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998). Dalam definisi terbaru,
pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa,
transaksi jual-beli, transaksi pinjam-meminjam dan transaksi sewa-menyewa
jasa (multi-jasa).
Pemberian kredit di bank konvensional atau pembiayaan di bank syariah
merupakan kegiatan utama dan menjadi sumber utama pendapatan bank.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
38
Disamping itu pemberian kredit atau pembiayaan juga dapat menjadi sumber
utama kegagalan bank, sebab pemberian kredit atau pembiayaan dapat
mempengaruhi tingkat kesehatan dan kelangsungan hidup bank.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, pengertian pembiayaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
38 dapat didefinisikan sebagai berikut :
“Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.”
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa, transaksi
jual-beli, transaksi pinjam-meminjam dan transaksi sewa-menyewa jasa (multijasa).
Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, definisi pembiayaan sebagai berikut : “Pembiayaan dapat
berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi
pinjam meminjam dan transaksi sewa menyewa jasa (multi-jasa)”.39
Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan yang terpuruk akibat krisis
yang melanda perekonomian Indonesia terutama sektor perbankan dengan adanya
peningkatan kredit macet yang diakibatkan oleh peningkatan tingkat suku bunga
sehingga melemahkan iklim investasi, perbankan syariah terbukti mampu
bertahan. Hal ini disebabkan sistem operasional bank syariah tidak menjadikan
uang sebagai komoditas dalam perdagangan tapi sebatas alat dalam transaksi
ekonomi.
Sistem pembiayaan memiliki peran yang sangat penting bagi dunia
perbankan karena merupakan salah satu aktivitas utama perbankan, terutama bagi
bank syariah. Salah satu bentuk pembiayaan yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut
Syariah Cabang Medan dalam pelaksanaan prinsip jual beli adalah pembiayaan
38 Kasmir , Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 73.
39 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,ikhtisar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
36
Murabahah. Tentang murabahah, maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem
jual beli yang dalam fiqh biasa disebut secara etimologis dapat diartikan dengan
tukar menukar atau menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain atau
(mengeluarkan benda yang dimiliki dengan suatu pengganti)40. Lafadz al-bai'
dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata
asy-syira (beli).
Dengan demikian dengan al-bai'. Ditinjau dari segi harga, al-bai’dapat
dikategorikan menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah murabahah. Jual beli
dalam terminologi fiqh disebut dengan al-bai' yang kata al-bai' berarti jual, tetapi
sekaligus juga berarti beli.41 Secara konseptual, murabahah sebagai salah satu
bentuk jual-beli, sangat banyak dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara
operasional dia merupakan salah satu produk perbankan Islam di antara produkproduk
yang lain.42 Murabahah merupakan suatu perjanjian yang disepakati antara
bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk bahan baku
atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali
oleh nasabah sebesar harga jual bank yaitu harga beli bank ditambah margin
keuntungan pada saat jatuh tempo.
Pembiayaan ada kalanya mengambil keuntungan berdasarkan margin
keuntungan (profit margin). Bank syariah dalam penyaluran dananya kepada
nasabah penerima pembiayaan tidak dapat dipastikan memperoleh keuntungan
tertentu (modal pembiayaan ditambah return) sebagaimana dalam skim
40 Abdul Ghofur Anshori, Pokok–Pokok Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta:
Penerbit Citra Media, 2006), hlm. 30.
41 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, (Bandung: Penerbit PT. al-Ma’arif, 1987), hlm.
44.
42 Ibid., hlm 45.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
37
pembiayaan yang mengambil keuntungan berdasarkan margin keuntungan43.
Akan tetapi, justru pihak bank sangat memungkinkan mengalami kerugian apabila
usaha nasabahnya mengalami kegagalan atau kebangkrutan. Hal inilah yang
menjadi konsekuensi dari skim pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit and
loss sharing). Profit and loss sharing adalah berbagi keuntungan dan kerugian
selanjutnya disebut (PLS).
Namun sebaliknya, apabila usaha nasabah berhasil maka akan memperoleh
bagi hasil yang lebih besar. Apabila dibandingkan penyaluran dana melalui skim
pembiayaan berdasarkan margin keuntungan, ini karena di antara kedua pihak
telah ada kesepakatan bagi hasilnya, yang biasanya berkisar 30% (tiga puluh
persen)-70% (tujuh puluh persen), 40% (empat puluh persen)-60% (enam puluh
persen), atau 50% (luma puluh persen)-50% (luma puluh persen).
Atas dasar tingkat spekulasi yang tinggi dalam skim pembiayaan, maka
umumnya bank syariah sangat berhati-hati dalam melakukan penyaluran dana
melalui skim ini. Terlebih apabila mengingat bahwa bank syariah sebagaimana
bank konvensional adalah merupakan lembaga intermediary keuangan, dimana
dana yang dikelola oleh bank sebagian besar merupakan dana pihak ketiga
(nasabah kreditur) baik yang berupa dana tabungan (titipan/wadi’ah) maupun
dana investasi yang berupa deposito (mudharabah atau musyarakah).44
Sebagaimana lazimnya bahwa dana nasabah tersebut dalam sewaktu-waktu atau
dalam jangka waktu tertentu akan diambil kembali oleh nasabah dengan tambahan
43 Arif Matuhin, dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan
oleh Arif Mahtuhin, Cet-I (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2004), hlm.ix.
44 Arif Matuhin, Op. Cit., hlm.x.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
38
keuntungan baik yang berupa bagi hasil (bila merupakan dana investasi) atau
bonus (bila berupa dana titipan).
Bank syariah yang terdiri dari Bank Unit Syariah dan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah Pasal 18) serta Unit Usaha Syariah, pada dasarnya melakukan kegiatan
usaha yang sama dengan bank konvensional yaitu melakukan penghimpunan dan
penyaluran dana masyarakat disamping penyediaan jasa keuangan lainnya.
Perbedaannya adalah seluruh kegiatan usaha bank syariah dan Unit Usaha Syariah
didasari pada prinsip syariah. Implikasinya, disamping harus selalu dengan prinsip
hukum Islam juga adalah prinsip syariah memiliki berbagai variasi akad yang
akan menimbulkan variasi produk yang lebih banyak dibandingkan produk bank
konvensional.45
Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, maka setiap pihak dilarang untuk
melakukan kegiatan penghimpunan dana berdasarkan prinsip syariah tanpa izin
Bank Indonesia (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah). Sedangkan di sisi lain, kegiatan penyaluran dana berdasarkan
prinsip syariah harus dilakukan secara berhati-hati melalui penilaian secara
seksama, agar bank syariah dan Unit Usaha Syariah memiliki keyakinan atas
kemauan dan kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya sesuai
akad serta keyakinan atas kesesuaian dengan prinsip syariah (Pasal 23 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah).
45 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 9.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
39
Sebagai wujud dari sikap kehati-hatian bank melakukan penyaluran
dananya melalui skim pembiayaan ini, sebelum memberikan persetujuan
pembiayaan, pihak bank harus melakukan penelitian dan penilaian yang seksama
terhadap calon nasabah debiturnya, yaitu dengan melakukan prinsip 5 (lima) C,
yaitu: Character, Capital, Collateral, Capacity and Condition of Economy.
Memang secara teoritis bahwa yang terpenting pertama adalah karakter
dari nasabah calon penerima pembiayaan (nasabah debitur), karena jika
karakternya baik, sekalipun kondisinya buruk, nasabah debitur akan tetap
berusaha serius dan dengan jujur mengembalikan dana pembiayaan yang telah
disepakati dalam perjanjian. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada
kenyataannya jaminan sangat menentukan tingkat keamanan pembiayaan yang
disalurkan oleh bank. Di samping itu, keberadaan agunan menjadi sangat penting,
dan hal ini berhubungan dengan filosofi dasar dari dana bank, yaitu bahwa dana
bank adalah dana nasabah, dana masyarakat, yang oleh karenanya harus
dilindungi dan digunakan secara sangat hati-hati.
B. Pembiayaan Personal Dalam Perbankan Syariah
Kontrak dalam pembiayaan personal merupakan salah satu bentuk natural
contract centainty karena dalam pembiayaan personal ditentukan berapa required
rate of profitnya. Natural centainty contract merupakan kontrak dalam bisnis
yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun
waktu (timing)-nya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena
sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Kontrak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
40
ini menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya, biasanya
berupa barang dan jasa, harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik
jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price) dan waktu
penyerahannya (time of delivery). Produk perbankan syariah yang termasuk dalam
kategori ini adalah pembiayaan bai’ al-murabahah dan ijarah.
Dalam perbankan syariah, suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum
dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram;
2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan dalam masyarakat;
3. Apakah proyek termasuk perbuatan yang melanggar kesusilaan;
4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian;
5. Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang ilegal;
6. Apakah proyek merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Adapun bentuk dalam pembiayaan personal dalam perbankan syariah
dapat di uraikan sebagai berikut:46
1. Pembiayaan Modal Kerja
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk perpytaran usaha
atau proses produksi perusahaan, seperti pembiayaan likuiditas (cash
financing) dan pembiayaan investor (inventory financing).
2. Pembiayaan Investasi
46 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek,
(Jakarta: Al Vabet, 2000), hlm. 15.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
41
Yaitu yang diberikan kepada nasabah untuk memenuhi barang-barang
modal (capital goods) serta fasilitas yang terkait dengan itu, seperti
pembiayaan mesin-mesin pabrik (machinery financing), atau pembiayaan
dinas (vehicle financing).
3. Pembiayaan Konsumtif
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk kebutuhan
konsumsi, seperti pembiayaan sepeda motor, pembiayaan mobil, ataupun
pembiayaan elektronik.
4. Pembiayaan Kebajikan
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk kebutuhan
mendesak dan jangka pendek tanpa mengharapakan imbalan dari nasabah.
Biasanya pembiayaan ini diberikan unruk membantu usaha-usaha kecil
(qardhul hasan) seperti pembiayaan untuk dagang mie aceh, ataupun
warteg, dll.
Pembiayaan personal di atas dapat diterapkan pada sektor-sektor usaha :
1. Sektor Perdagangan, seperti perdagangan komoditi hasil industri, bahan
kebutuhan pokok, barang perlengkapan kantor, atau perdagangan kendaraan
bermotor.
2. Sektor Industri, seperti pengolahan hasil kayu, hasil perkebunan, tekstil,
kerajinan tangan, dan makanan.
3. Sektor Jasa, seperti jasa konsultasi manajemen, pelayanan angkutan umum,
lembaga pendidikan, rumah sakit, dan sektor lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
42
Pada bank syariah, walaupun dasar pertimbangan pembiayaan adalah hasil
penilaian berdasarkan prinsip 5 (lima) C, dimana collateral atau jaminan adalah
faktor yang penting dalam pemberian pembiayaan, namun unsur yang paling
utama adalah prinsip kepercayaan. Bank syariah dapat menyalurkan dananya
dalam bentuk pembiayaan baik dengan ataupun tanpa adanya jaminan dari pihak
yang membutuhkan dana. Hal ini tergantung pada penilaian bank terhadap pihak
yang membutuhkan dana, apakah ia sanggup untuk melunasi ataupun
mengembalikan dana yang telah diberikan padanya.
Dari hal-hal yang diuraikan diatas, tampak jelas bahwa jaminan bukanlah
hal utama yang menjadi acuan dalam pemberian pembiayaan seperti yang
dilakukan pada bank konvensional. Hal utama yang paling penting adalah bahwa
pembiayaan tersebut tidak boleh bertentangan dengan apa yang telah diatur dalam
syariah Islam.
Sistem pembiayaan merupakan suatu kerangka dari prosedur–prosedur
yang berhubungan dengan proses penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
Walaupun biasanya pihak bank memberikan besarnya jumlah pembiayaan
lebih kecil dari nilai jaminan yang diberikan, namun tidak jarang diberikan jumlah
pembiayaan yang sama ataupun yang lebih besar dari nilai jaminan. yang
diberikan, bahkan pembiayaan dapat diberikan tanpa adanya jaminan sekalipun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
43
apabila pihak yang membutuhkan dana dianggap mampu untuk mengembalikan
dana yang telah diberikan oleh bank. Hal ini disebabkan karena faktor yang
terpenting dari pembiayaan tersebut adalah kepercayaan.
Dengan demikian, jelaslah bahwa urgensi dalam perjanjian murabahah
mutlak harus menggunakan jaminan, agar nasabah dalam melakukan pembelian
barang yang pembayarannya dilakukan secara tangguh atau angsur, tidak
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian yang telah
disepakati bersama. Jaminan menempatkan pembeli untuk bertanggung jawab
sesuai dengan kesepakatan bersama.
C. Bentuk Pembiayaan Personal Syariah
Sebenarnya, keunggulan pembiayaan personal syariah yang dalam hal ini
dikategorikan adalah bai’ al-murabahah, karena selain jauh dari praktek ribawi, ia
juga berupaya untuk mengunggulkan praktek qirad (bagi hasil) yang ada pada
produk syariahnya seperti ;
1. Pembiayaan Musyarakah
Kerjasama dalam penyertaan modal antara pihak bank dan nasabah dengan
keuntungan dibagi menurut kesepakatan nisbah bagi hasil.
2. Pembiayaan Istisna’
Dalam fatwa DSN-MUI, dijelaskan bahwa jual beli istisna’ adalah akad jual
beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan
penjual (pembuat, shani). Pada dasarnya pembiayaan istishna’ merupakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
44
transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah mu’ajjal. Namun
berbeda dengan jual beli murabahah, dimana barang diserahkan dimuka
sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istisna’ barang diserahkan
dibelakang, walaupun uanganya juga sama-sama dibayar secara cicilan.
Dengan demikian, metode pembayaran pada jual beli murabahah mu’ajjal
sama persis dengan metode pemabayaran dalam jual beli istishna’, yakni samasama
dengan sistem angsuran (installment). Satu-satunya hal yang
membedakan antara keduanya adalah waktu penyerahan barangnya. Dalam
murabahah mu’ajjal, barang diserahkan dimuka, sedangkan dalam istishna’
barang diserahkan dibelakang, yakni pada akhir periode pembiayaan.
3. Pembiayaan Ijaroh
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama
saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek
transaksinya, pada ijarak objek transaksinya adalah barang maupun jasa. Pada
dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk manfaatkan barang atau jasa
dengan membayar imbalan tertentu, menurut fatwa DSN ijarah adalah akad
perpindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada
perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
45
4. Pembiayaan Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT)
Al-Bai Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua
buah akad, yakni akad Al-Bai’ dan akad Ijaroh Muntahia Bittamlik
(IMBT), Al-Bai’ merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan
kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir
masa sewa. Dalam ijarah muntahia bittamlik, pemindahan hak milik
barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut :
a. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual
barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
b. Pihak yang menyewakan berjanji akan mengubah barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
c. Ijarah Mumtahia Bittamlik adalah merupakan kombinasi antara sewa
menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Dalam
ijarah mumtahia bittamlik terjadi kepemindahan hak milik barang
yaitu dengan cara :
5. Pembiayaan Mudhorobah
Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak
zaman Nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh Bangsa Arab sebelum
turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW berprofesi sebagai
pedagang, beliau melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan
demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini
dibolehkan baik menurut Al-Qur’an, Sunnah mapun Ijma’ faktor-faktor
yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
46
1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
2) Obyek Mudharabah (Modal dan kerja)
3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab qobul)
4) Nisbah keuntungan.
Ternyata bank-bank syariah pada umumnya banyak menerapkan
murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliput kurang lebih
tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka. Berbicara tentang
murabahah, maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem jual beli yang dalam
fiqh biasa disebut dengan al-bai’47. Ditinjau dari segi harga, al-bai’ dapat
dikategorikan menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah murabahah. Secara
konseptual, murabahah sebagai salah satu bentuk jual beli, sangat banyak
dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara operasional dia merupakan salah
satu produk perbankan Islam di antara produk-produk yang lain.
Sejatinya skim produk yang disediakan oleh perbankan syariah secara
umum terbagi kepada beberapa bagian sebagaimana skema berikut ini.
Produk penghimpunan dana (liabilities) :
JENIS PRODUK
SKIM SYARIAH YANG
DIGUNAKAN
Tabungan
Wadi’ah
Mudharabah
Giro Wadi’ah
47 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A Marzuki, jilid 12,
(Bandung: Penerbit PT. Al Ma’arif, 1987), hlm 44.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
47
Mudharabah
Deposito Mudharabah
Produk penyaluran dana (assets) :
JENIS PRODUK
SKIM SYARIAH YANG
DIGUNAKAN
Jual beli
Murabahah
Salam
Istishna’
Bagi Hasil
Mudharabah
Musyarakah
Jasa Lainnya
Wakalah
Kafalah
Ji’alah
Hawalah
Ijarah
D. Kelemahan dan Kelebihan Pembiayaan Personal pada Bank Syariah
1. Kelemahan pembiayaan personal pada bank syariah.
Sejatinya masih banyak celah hukum yang mungkin terjadi dalam
pembiayaan personal pada bank syariah, yang harus diantisipasi dan dikelola
dengan baik agar operasional bank dapat berjalan dengan baik dan tujuan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
48
perusahaan dapat tercapai. Oleh karenanya diperlukan sumberdaya manusia yang
mampu mengejawantahkan nilai nilai syariah dan hukum positif kedalam praktik
perbankan secara baik, komprehensif dan menyeluruh.
Banyak terjadi pembiayaan default pada bank syariah yang disebabkan
oleh kekurangpahaman praktisi bank syariah dan kurangnya pengalaman yang
dimiliki mereka. Disamping lemahnya akad pembiayaan yang telah mereka buat
sehingga tidak memungkinkan dicarikan jalan keluar dengan cara litigasi. Hal ini
memberikan PR tersendiri bagi pelaku bisnis perbankan syariah dan kita selaku
penegak hukum agar kepastian hukum dapat terwujud tanpa mengenyampingkan
kaidah-kaidah syariah yang menjadi dasar hukum keuangan dan perbankan
syariah secara umum.
Saat ini banyak masyarakat yang menanyakan model pembiayaan personal
yang dipraktekkan bank syariah. Karena ada indikasi pembiayaan personal
tersebut menyerupai kredit yang dipraktekkan bank konvensional.48 Pernyataan ini
perlu diluruskan, sehingga masyarakat dapat memahami praktek pembiayaan
personal di bank syariah secara benar. Sekaligus juga dapat membedakan dengan
praktek kredit yang biasa dijalankan oleh industri jasa keuangan konvensional.
Namun demikian halnya perlu dipahami bahwasanya transaksi perbankan
syariah adalah sebuah kasus perdata yang tidak dapat dipisahkan dengan praktek
kehidupan sehari–hari, hanya saja fitur dari produk produknya lebih unik dan
rigid dengan aturan aturan Syariah Islam yang tidak boleh dilanggar. Oleh
karenanya siapapun dia yang berhubungan dengan bank syariah harus dapat
48 Sinungan Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, (Jakarta: Bumi
Aksara,1997), hlm. 24.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
49
memahami dengan benar bagaimana karakter produk yang disediakan oleh
perbankan syariah agar tidak terjebak kedalam kesalahpahaman dan menimbulkan
perspektif negatif terhadap institusi itu.
2. Kelebihan pembiayaan personal pada bank syariah.
Sudah lebih dua belas tahun usia perbankan syariah di Indonesia, ada sisi
yang patut disyukuri namun ada juga yang patut dikritisi. Satu sisi, perkembangan
aset perbankan syariah cukup menggembirakan di mana jika pada Februari 2004
tercatat sekitar Rp. 7 (tujuh) triliun, pada Juni 2004 dilaporkan telah mencapai Rp.
8 (delapan) triliun. Kemungkinan paling besar pelonjakan ini karena kesan dari
fatwa MUI tentang bunga bank haram pada Desember 2003. Namun di sisi lain,
kecenderungan pembiayaan perbankan syariah justru patut dikritisi. Ini karena
seperti yang dilaporkan Direktorat Bank Syariah Bank Indonesia, hingga Januari
2004 menunjukkan pembiayaan dengan akad murabahah mencapai Rp. 4,1 triliun
atau 85 % (delapan puluh lima persen), sementara pembiayaan Mudarabah (bagi
hasil) hanya Rp.899,6 miliar 15% (lima belas persen) .
Sebenarnya, kelebihan pembiayaan personal pada perbankan syariah
karena selain jauh dari praktek ribawi, ia juga berupaya untuk mengunggulkan
praktek qirad (bagi hasil) yang ada pada produk musyarakah dan mudharabah.49
Ini karena kedua produk bagi hasil inilah yang akan memberikan dampak yang
cukup luas terhadap peningkatan perekonomian umat.50 Namun, yang terjadi
sampai dengan saat ini kedua produk bagi hasil ini masih termarjinalkan dan yang
muncul kepermukaan adalah produk murabahah.
49 Arif Matuhin, dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan
oleh Arif Mahtuhin, Cet-I, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2004), hlm.xx.
50 Ibid., hlm. xi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
50
Adapun kelebihan dari pembiayaan personal pada bank syariah sebagai
berikut ;
1. Adanya rasa tenteram dan tenang karena pembiayaan syariah terhindar dari
transaksi ribawi ;
2. Variasi produk pembiayaan syariah yang lengkap untuk mendukung kegiatan
usaha anda; dan
3. Pembiayaan dapat diberikan dalam mata uang Rupiah dan USD.
Manakala kita berhubungan dengan perbankan syariah dan membutuhkan
dana untuk memenuhi kebutuhan kita, maka yang lebih dahulu dipertanyakan
adalah untuk keperluan apa dana yang kita ajukan nanti sebab harus disesuaikan
dengan skim syariahnya. Apakah untuk keperluan pembelian barang riil (tangible
asset) seperti rumah, mobil dan sebagainya, atau untuk memenuhi kebutuhan jasa
non riil (intangible asset) seperti pendidikan dan kesehatan.51
Hal ini terkait erat dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh
Dewan Syariah Nasional mengenai karakteristik seluruh skim syariah yang ada.
Bagi mereka yang sudah terbiasa berhubungan dengan perbankan konvensional
hal ini terkesan agak rumit akan tetapi disinilah sesungguhnya salah satu
kelebihan pembiayaan personal pada bank karena eksesnya hal ini akan
mendorong tumbuh dan berkembangnya ekenomi sektor riil baik industri dan
perdagangan. Bukan melahirkan ekonomi balon udara (bubble economy) yang
51 Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar Teknik Manajemen Kredit, (Jakarta : Penerbit
Bumi Aksara, 1995), hlm. 45.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
51
rentan terhadap krisis. Sebagaimana kaidah fiqh yang mengatakan ; “ekonomi
sektor finansial harus selalu terkait dengan ekonomi sektir riil”.52
52 Hukum Islam.Ekonomi Syariah: “Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam
Perbankan Syariah di Indonesia”, Vol. V Nomor 1. Juli 1996.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BENTUK-BENTUK PEMBIAYAAN PERSONAL DALAM PERBANKAN
SYARIAH
A. Pengertian Pembiayaan Dalam Kegiatan Perbankan Syariah
Mencermati perkembangan bank syariah di Indonesia tersebut sekilas
memang cukup membanggakan. Namun apabila di bandingkan dengan bank
konvensional perkembangan bank syariah hingga saat ini masih kurang
menggembirakan. Disamping itu, praktek perbankan syariah saat ini masih di
dominasi oleh produk Murabahah. Hal ini dapat di buktikan dari beberapa hasil
survei, ternyata bank-bank syariah pada umumnya banyak menerapkan
murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliput kurang lebih
tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka.
Pertumbuhan bank syariah di Indonesia sendiri diawali dengan
dikeluarkannya Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
kemudian disempurnakan oleh Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
memberikan peluang yang lebih luas bagi bank syariah untuk menyelenggarakan
kegiatan usaha, termasuk pemberian kesempatan kepada bank umum
konvensional untuk membuka kantor cabang yang khusus melaksanakan kegiatan
berdasarkan prinsip syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi
bank syariah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
37
Namun sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 memiliki
beberapa ketentuan umum yang menarik untuk dicermati. Ketentuan umum
dimaksud (Pasal 1) adalah merupakan sesuatu yang baru dan akan memberikan
implikasi tertentu, antara lain:
1. Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan
antara kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
2. Definisi prinsip syariah. Dalam definisi dimaksud memiliki dua pesan penting
yaitu:
a. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam; dan
b. Penetapan pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang
menjadi dasar prinsip syariah.
3. Penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai pihak terafiliasi seperti halnya
akuntan publik, konsultan dan penilai.
4. Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan dengan
definisi yang ada dalam undang-undang sebelumnnya tentang perbankan
(Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998). Dalam definisi terbaru,
pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa,
transaksi jual-beli, transaksi pinjam-meminjam dan transaksi sewa-menyewa
jasa (multi-jasa).
Pemberian kredit di bank konvensional atau pembiayaan di bank syariah
merupakan kegiatan utama dan menjadi sumber utama pendapatan bank.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
38
Disamping itu pemberian kredit atau pembiayaan juga dapat menjadi sumber
utama kegagalan bank, sebab pemberian kredit atau pembiayaan dapat
mempengaruhi tingkat kesehatan dan kelangsungan hidup bank.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, pengertian pembiayaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
38 dapat didefinisikan sebagai berikut :
“Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.”
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa, transaksi
jual-beli, transaksi pinjam-meminjam dan transaksi sewa-menyewa jasa (multijasa).
Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, definisi pembiayaan sebagai berikut : “Pembiayaan dapat
berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi
pinjam meminjam dan transaksi sewa menyewa jasa (multi-jasa)”.39
Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan yang terpuruk akibat krisis
yang melanda perekonomian Indonesia terutama sektor perbankan dengan adanya
peningkatan kredit macet yang diakibatkan oleh peningkatan tingkat suku bunga
sehingga melemahkan iklim investasi, perbankan syariah terbukti mampu
bertahan. Hal ini disebabkan sistem operasional bank syariah tidak menjadikan
uang sebagai komoditas dalam perdagangan tapi sebatas alat dalam transaksi
ekonomi.
Sistem pembiayaan memiliki peran yang sangat penting bagi dunia
perbankan karena merupakan salah satu aktivitas utama perbankan, terutama bagi
bank syariah. Salah satu bentuk pembiayaan yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut
Syariah Cabang Medan dalam pelaksanaan prinsip jual beli adalah pembiayaan
38 Kasmir , Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 73.
39 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,ikhtisar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
36
Murabahah. Tentang murabahah, maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem
jual beli yang dalam fiqh biasa disebut secara etimologis dapat diartikan dengan
tukar menukar atau menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain atau
(mengeluarkan benda yang dimiliki dengan suatu pengganti)40. Lafadz al-bai'
dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata
asy-syira (beli).
Dengan demikian dengan al-bai'. Ditinjau dari segi harga, al-bai’dapat
dikategorikan menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah murabahah. Jual beli
dalam terminologi fiqh disebut dengan al-bai' yang kata al-bai' berarti jual, tetapi
sekaligus juga berarti beli.41 Secara konseptual, murabahah sebagai salah satu
bentuk jual-beli, sangat banyak dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara
operasional dia merupakan salah satu produk perbankan Islam di antara produkproduk
yang lain.42 Murabahah merupakan suatu perjanjian yang disepakati antara
bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk bahan baku
atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali
oleh nasabah sebesar harga jual bank yaitu harga beli bank ditambah margin
keuntungan pada saat jatuh tempo.
Pembiayaan ada kalanya mengambil keuntungan berdasarkan margin
keuntungan (profit margin). Bank syariah dalam penyaluran dananya kepada
nasabah penerima pembiayaan tidak dapat dipastikan memperoleh keuntungan
tertentu (modal pembiayaan ditambah return) sebagaimana dalam skim
40 Abdul Ghofur Anshori, Pokok–Pokok Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta:
Penerbit Citra Media, 2006), hlm. 30.
41 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, (Bandung: Penerbit PT. al-Ma’arif, 1987), hlm.
44.
42 Ibid., hlm 45.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
37
pembiayaan yang mengambil keuntungan berdasarkan margin keuntungan43.
Akan tetapi, justru pihak bank sangat memungkinkan mengalami kerugian apabila
usaha nasabahnya mengalami kegagalan atau kebangkrutan. Hal inilah yang
menjadi konsekuensi dari skim pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit and
loss sharing). Profit and loss sharing adalah berbagi keuntungan dan kerugian
selanjutnya disebut (PLS).
Namun sebaliknya, apabila usaha nasabah berhasil maka akan memperoleh
bagi hasil yang lebih besar. Apabila dibandingkan penyaluran dana melalui skim
pembiayaan berdasarkan margin keuntungan, ini karena di antara kedua pihak
telah ada kesepakatan bagi hasilnya, yang biasanya berkisar 30% (tiga puluh
persen)-70% (tujuh puluh persen), 40% (empat puluh persen)-60% (enam puluh
persen), atau 50% (luma puluh persen)-50% (luma puluh persen).
Atas dasar tingkat spekulasi yang tinggi dalam skim pembiayaan, maka
umumnya bank syariah sangat berhati-hati dalam melakukan penyaluran dana
melalui skim ini. Terlebih apabila mengingat bahwa bank syariah sebagaimana
bank konvensional adalah merupakan lembaga intermediary keuangan, dimana
dana yang dikelola oleh bank sebagian besar merupakan dana pihak ketiga
(nasabah kreditur) baik yang berupa dana tabungan (titipan/wadi’ah) maupun
dana investasi yang berupa deposito (mudharabah atau musyarakah).44
Sebagaimana lazimnya bahwa dana nasabah tersebut dalam sewaktu-waktu atau
dalam jangka waktu tertentu akan diambil kembali oleh nasabah dengan tambahan
43 Arif Matuhin, dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan
oleh Arif Mahtuhin, Cet-I (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2004), hlm.ix.
44 Arif Matuhin, Op. Cit., hlm.x.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
38
keuntungan baik yang berupa bagi hasil (bila merupakan dana investasi) atau
bonus (bila berupa dana titipan).
Bank syariah yang terdiri dari Bank Unit Syariah dan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah Pasal 18) serta Unit Usaha Syariah, pada dasarnya melakukan kegiatan
usaha yang sama dengan bank konvensional yaitu melakukan penghimpunan dan
penyaluran dana masyarakat disamping penyediaan jasa keuangan lainnya.
Perbedaannya adalah seluruh kegiatan usaha bank syariah dan Unit Usaha Syariah
didasari pada prinsip syariah. Implikasinya, disamping harus selalu dengan prinsip
hukum Islam juga adalah prinsip syariah memiliki berbagai variasi akad yang
akan menimbulkan variasi produk yang lebih banyak dibandingkan produk bank
konvensional.45
Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, maka setiap pihak dilarang untuk
melakukan kegiatan penghimpunan dana berdasarkan prinsip syariah tanpa izin
Bank Indonesia (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah). Sedangkan di sisi lain, kegiatan penyaluran dana berdasarkan
prinsip syariah harus dilakukan secara berhati-hati melalui penilaian secara
seksama, agar bank syariah dan Unit Usaha Syariah memiliki keyakinan atas
kemauan dan kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya sesuai
akad serta keyakinan atas kesesuaian dengan prinsip syariah (Pasal 23 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah).
45 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 9.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
39
Sebagai wujud dari sikap kehati-hatian bank melakukan penyaluran
dananya melalui skim pembiayaan ini, sebelum memberikan persetujuan
pembiayaan, pihak bank harus melakukan penelitian dan penilaian yang seksama
terhadap calon nasabah debiturnya, yaitu dengan melakukan prinsip 5 (lima) C,
yaitu: Character, Capital, Collateral, Capacity and Condition of Economy.
Memang secara teoritis bahwa yang terpenting pertama adalah karakter
dari nasabah calon penerima pembiayaan (nasabah debitur), karena jika
karakternya baik, sekalipun kondisinya buruk, nasabah debitur akan tetap
berusaha serius dan dengan jujur mengembalikan dana pembiayaan yang telah
disepakati dalam perjanjian. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada
kenyataannya jaminan sangat menentukan tingkat keamanan pembiayaan yang
disalurkan oleh bank. Di samping itu, keberadaan agunan menjadi sangat penting,
dan hal ini berhubungan dengan filosofi dasar dari dana bank, yaitu bahwa dana
bank adalah dana nasabah, dana masyarakat, yang oleh karenanya harus
dilindungi dan digunakan secara sangat hati-hati.
B. Pembiayaan Personal Dalam Perbankan Syariah
Kontrak dalam pembiayaan personal merupakan salah satu bentuk natural
contract centainty karena dalam pembiayaan personal ditentukan berapa required
rate of profitnya. Natural centainty contract merupakan kontrak dalam bisnis
yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun
waktu (timing)-nya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena
sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Kontrak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
40
ini menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya, biasanya
berupa barang dan jasa, harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik
jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price) dan waktu
penyerahannya (time of delivery). Produk perbankan syariah yang termasuk dalam
kategori ini adalah pembiayaan bai’ al-murabahah dan ijarah.
Dalam perbankan syariah, suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum
dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram;
2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan dalam masyarakat;
3. Apakah proyek termasuk perbuatan yang melanggar kesusilaan;
4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian;
5. Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang ilegal;
6. Apakah proyek merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Adapun bentuk dalam pembiayaan personal dalam perbankan syariah
dapat di uraikan sebagai berikut:46
1. Pembiayaan Modal Kerja
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk perpytaran usaha
atau proses produksi perusahaan, seperti pembiayaan likuiditas (cash
financing) dan pembiayaan investor (inventory financing).
2. Pembiayaan Investasi
46 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek,
(Jakarta: Al Vabet, 2000), hlm. 15.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
41
Yaitu yang diberikan kepada nasabah untuk memenuhi barang-barang
modal (capital goods) serta fasilitas yang terkait dengan itu, seperti
pembiayaan mesin-mesin pabrik (machinery financing), atau pembiayaan
dinas (vehicle financing).
3. Pembiayaan Konsumtif
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk kebutuhan
konsumsi, seperti pembiayaan sepeda motor, pembiayaan mobil, ataupun
pembiayaan elektronik.
4. Pembiayaan Kebajikan
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk kebutuhan
mendesak dan jangka pendek tanpa mengharapakan imbalan dari nasabah.
Biasanya pembiayaan ini diberikan unruk membantu usaha-usaha kecil
(qardhul hasan) seperti pembiayaan untuk dagang mie aceh, ataupun
warteg, dll.
Pembiayaan personal di atas dapat diterapkan pada sektor-sektor usaha :
1. Sektor Perdagangan, seperti perdagangan komoditi hasil industri, bahan
kebutuhan pokok, barang perlengkapan kantor, atau perdagangan kendaraan
bermotor.
2. Sektor Industri, seperti pengolahan hasil kayu, hasil perkebunan, tekstil,
kerajinan tangan, dan makanan.
3. Sektor Jasa, seperti jasa konsultasi manajemen, pelayanan angkutan umum,
lembaga pendidikan, rumah sakit, dan sektor lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
42
Pada bank syariah, walaupun dasar pertimbangan pembiayaan adalah hasil
penilaian berdasarkan prinsip 5 (lima) C, dimana collateral atau jaminan adalah
faktor yang penting dalam pemberian pembiayaan, namun unsur yang paling
utama adalah prinsip kepercayaan. Bank syariah dapat menyalurkan dananya
dalam bentuk pembiayaan baik dengan ataupun tanpa adanya jaminan dari pihak
yang membutuhkan dana. Hal ini tergantung pada penilaian bank terhadap pihak
yang membutuhkan dana, apakah ia sanggup untuk melunasi ataupun
mengembalikan dana yang telah diberikan padanya.
Dari hal-hal yang diuraikan diatas, tampak jelas bahwa jaminan bukanlah
hal utama yang menjadi acuan dalam pemberian pembiayaan seperti yang
dilakukan pada bank konvensional. Hal utama yang paling penting adalah bahwa
pembiayaan tersebut tidak boleh bertentangan dengan apa yang telah diatur dalam
syariah Islam.
Sistem pembiayaan merupakan suatu kerangka dari prosedur–prosedur
yang berhubungan dengan proses penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
Walaupun biasanya pihak bank memberikan besarnya jumlah pembiayaan
lebih kecil dari nilai jaminan yang diberikan, namun tidak jarang diberikan jumlah
pembiayaan yang sama ataupun yang lebih besar dari nilai jaminan. yang
diberikan, bahkan pembiayaan dapat diberikan tanpa adanya jaminan sekalipun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
43
apabila pihak yang membutuhkan dana dianggap mampu untuk mengembalikan
dana yang telah diberikan oleh bank. Hal ini disebabkan karena faktor yang
terpenting dari pembiayaan tersebut adalah kepercayaan.
Dengan demikian, jelaslah bahwa urgensi dalam perjanjian murabahah
mutlak harus menggunakan jaminan, agar nasabah dalam melakukan pembelian
barang yang pembayarannya dilakukan secara tangguh atau angsur, tidak
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian yang telah
disepakati bersama. Jaminan menempatkan pembeli untuk bertanggung jawab
sesuai dengan kesepakatan bersama.
C. Bentuk Pembiayaan Personal Syariah
Sebenarnya, keunggulan pembiayaan personal syariah yang dalam hal ini
dikategorikan adalah bai’ al-murabahah, karena selain jauh dari praktek ribawi, ia
juga berupaya untuk mengunggulkan praktek qirad (bagi hasil) yang ada pada
produk syariahnya seperti ;
1. Pembiayaan Musyarakah
Kerjasama dalam penyertaan modal antara pihak bank dan nasabah dengan
keuntungan dibagi menurut kesepakatan nisbah bagi hasil.
2. Pembiayaan Istisna’
Dalam fatwa DSN-MUI, dijelaskan bahwa jual beli istisna’ adalah akad jual
beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan
penjual (pembuat, shani). Pada dasarnya pembiayaan istishna’ merupakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
44
transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah mu’ajjal. Namun
berbeda dengan jual beli murabahah, dimana barang diserahkan dimuka
sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istisna’ barang diserahkan
dibelakang, walaupun uanganya juga sama-sama dibayar secara cicilan.
Dengan demikian, metode pembayaran pada jual beli murabahah mu’ajjal
sama persis dengan metode pemabayaran dalam jual beli istishna’, yakni samasama
dengan sistem angsuran (installment). Satu-satunya hal yang
membedakan antara keduanya adalah waktu penyerahan barangnya. Dalam
murabahah mu’ajjal, barang diserahkan dimuka, sedangkan dalam istishna’
barang diserahkan dibelakang, yakni pada akhir periode pembiayaan.
3. Pembiayaan Ijaroh
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama
saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek
transaksinya, pada ijarak objek transaksinya adalah barang maupun jasa. Pada
dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk manfaatkan barang atau jasa
dengan membayar imbalan tertentu, menurut fatwa DSN ijarah adalah akad
perpindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada
perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
45
4. Pembiayaan Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT)
Al-Bai Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua
buah akad, yakni akad Al-Bai’ dan akad Ijaroh Muntahia Bittamlik
(IMBT), Al-Bai’ merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan
kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir
masa sewa. Dalam ijarah muntahia bittamlik, pemindahan hak milik
barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut :
a. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual
barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
b. Pihak yang menyewakan berjanji akan mengubah barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
c. Ijarah Mumtahia Bittamlik adalah merupakan kombinasi antara sewa
menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Dalam
ijarah mumtahia bittamlik terjadi kepemindahan hak milik barang
yaitu dengan cara :
5. Pembiayaan Mudhorobah
Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak
zaman Nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh Bangsa Arab sebelum
turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW berprofesi sebagai
pedagang, beliau melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan
demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini
dibolehkan baik menurut Al-Qur’an, Sunnah mapun Ijma’ faktor-faktor
yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
46
1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
2) Obyek Mudharabah (Modal dan kerja)
3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab qobul)
4) Nisbah keuntungan.
Ternyata bank-bank syariah pada umumnya banyak menerapkan
murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliput kurang lebih
tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka. Berbicara tentang
murabahah, maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem jual beli yang dalam
fiqh biasa disebut dengan al-bai’47. Ditinjau dari segi harga, al-bai’ dapat
dikategorikan menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah murabahah. Secara
konseptual, murabahah sebagai salah satu bentuk jual beli, sangat banyak
dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara operasional dia merupakan salah
satu produk perbankan Islam di antara produk-produk yang lain.
Sejatinya skim produk yang disediakan oleh perbankan syariah secara
umum terbagi kepada beberapa bagian sebagaimana skema berikut ini.
Produk penghimpunan dana (liabilities) :
JENIS PRODUK
SKIM SYARIAH YANG
DIGUNAKAN
Tabungan
Wadi’ah
Mudharabah
Giro Wadi’ah
47 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A Marzuki, jilid 12,
(Bandung: Penerbit PT. Al Ma’arif, 1987), hlm 44.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
47
Mudharabah
Deposito Mudharabah
Produk penyaluran dana (assets) :
JENIS PRODUK
SKIM SYARIAH YANG
DIGUNAKAN
Jual beli
Murabahah
Salam
Istishna’
Bagi Hasil
Mudharabah
Musyarakah
Jasa Lainnya
Wakalah
Kafalah
Ji’alah
Hawalah
Ijarah
D. Kelemahan dan Kelebihan Pembiayaan Personal pada Bank Syariah
1. Kelemahan pembiayaan personal pada bank syariah.
Sejatinya masih banyak celah hukum yang mungkin terjadi dalam
pembiayaan personal pada bank syariah, yang harus diantisipasi dan dikelola
dengan baik agar operasional bank dapat berjalan dengan baik dan tujuan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
48
perusahaan dapat tercapai. Oleh karenanya diperlukan sumberdaya manusia yang
mampu mengejawantahkan nilai nilai syariah dan hukum positif kedalam praktik
perbankan secara baik, komprehensif dan menyeluruh.
Banyak terjadi pembiayaan default pada bank syariah yang disebabkan
oleh kekurangpahaman praktisi bank syariah dan kurangnya pengalaman yang
dimiliki mereka. Disamping lemahnya akad pembiayaan yang telah mereka buat
sehingga tidak memungkinkan dicarikan jalan keluar dengan cara litigasi. Hal ini
memberikan PR tersendiri bagi pelaku bisnis perbankan syariah dan kita selaku
penegak hukum agar kepastian hukum dapat terwujud tanpa mengenyampingkan
kaidah-kaidah syariah yang menjadi dasar hukum keuangan dan perbankan
syariah secara umum.
Saat ini banyak masyarakat yang menanyakan model pembiayaan personal
yang dipraktekkan bank syariah. Karena ada indikasi pembiayaan personal
tersebut menyerupai kredit yang dipraktekkan bank konvensional.48 Pernyataan ini
perlu diluruskan, sehingga masyarakat dapat memahami praktek pembiayaan
personal di bank syariah secara benar. Sekaligus juga dapat membedakan dengan
praktek kredit yang biasa dijalankan oleh industri jasa keuangan konvensional.
Namun demikian halnya perlu dipahami bahwasanya transaksi perbankan
syariah adalah sebuah kasus perdata yang tidak dapat dipisahkan dengan praktek
kehidupan sehari–hari, hanya saja fitur dari produk produknya lebih unik dan
rigid dengan aturan aturan Syariah Islam yang tidak boleh dilanggar. Oleh
karenanya siapapun dia yang berhubungan dengan bank syariah harus dapat
48 Sinungan Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, (Jakarta: Bumi
Aksara,1997), hlm. 24.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
49
memahami dengan benar bagaimana karakter produk yang disediakan oleh
perbankan syariah agar tidak terjebak kedalam kesalahpahaman dan menimbulkan
perspektif negatif terhadap institusi itu.
2. Kelebihan pembiayaan personal pada bank syariah.
Sudah lebih dua belas tahun usia perbankan syariah di Indonesia, ada sisi
yang patut disyukuri namun ada juga yang patut dikritisi. Satu sisi, perkembangan
aset perbankan syariah cukup menggembirakan di mana jika pada Februari 2004
tercatat sekitar Rp. 7 (tujuh) triliun, pada Juni 2004 dilaporkan telah mencapai Rp.
8 (delapan) triliun. Kemungkinan paling besar pelonjakan ini karena kesan dari
fatwa MUI tentang bunga bank haram pada Desember 2003. Namun di sisi lain,
kecenderungan pembiayaan perbankan syariah justru patut dikritisi. Ini karena
seperti yang dilaporkan Direktorat Bank Syariah Bank Indonesia, hingga Januari
2004 menunjukkan pembiayaan dengan akad murabahah mencapai Rp. 4,1 triliun
atau 85 % (delapan puluh lima persen), sementara pembiayaan Mudarabah (bagi
hasil) hanya Rp.899,6 miliar 15% (lima belas persen) .
Sebenarnya, kelebihan pembiayaan personal pada perbankan syariah
karena selain jauh dari praktek ribawi, ia juga berupaya untuk mengunggulkan
praktek qirad (bagi hasil) yang ada pada produk musyarakah dan mudharabah.49
Ini karena kedua produk bagi hasil inilah yang akan memberikan dampak yang
cukup luas terhadap peningkatan perekonomian umat.50 Namun, yang terjadi
sampai dengan saat ini kedua produk bagi hasil ini masih termarjinalkan dan yang
muncul kepermukaan adalah produk murabahah.
49 Arif Matuhin, dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan
oleh Arif Mahtuhin, Cet-I, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2004), hlm.xx.
50 Ibid., hlm. xi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
50
Adapun kelebihan dari pembiayaan personal pada bank syariah sebagai
berikut ;
1. Adanya rasa tenteram dan tenang karena pembiayaan syariah terhindar dari
transaksi ribawi ;
2. Variasi produk pembiayaan syariah yang lengkap untuk mendukung kegiatan
usaha anda; dan
3. Pembiayaan dapat diberikan dalam mata uang Rupiah dan USD.
Manakala kita berhubungan dengan perbankan syariah dan membutuhkan
dana untuk memenuhi kebutuhan kita, maka yang lebih dahulu dipertanyakan
adalah untuk keperluan apa dana yang kita ajukan nanti sebab harus disesuaikan
dengan skim syariahnya. Apakah untuk keperluan pembelian barang riil (tangible
asset) seperti rumah, mobil dan sebagainya, atau untuk memenuhi kebutuhan jasa
non riil (intangible asset) seperti pendidikan dan kesehatan.51
Hal ini terkait erat dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh
Dewan Syariah Nasional mengenai karakteristik seluruh skim syariah yang ada.
Bagi mereka yang sudah terbiasa berhubungan dengan perbankan konvensional
hal ini terkesan agak rumit akan tetapi disinilah sesungguhnya salah satu
kelebihan pembiayaan personal pada bank karena eksesnya hal ini akan
mendorong tumbuh dan berkembangnya ekenomi sektor riil baik industri dan
perdagangan. Bukan melahirkan ekonomi balon udara (bubble economy) yang
51 Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar Teknik Manajemen Kredit, (Jakarta : Penerbit
Bumi Aksara, 1995), hlm. 45.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
51
rentan terhadap krisis. Sebagaimana kaidah fiqh yang mengatakan ; “ekonomi
sektor finansial harus selalu terkait dengan ekonomi sektir riil”.52
52 Hukum Islam.Ekonomi Syariah: “Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam
Perbankan Syariah di Indonesia”, Vol. V Nomor 1. Juli 1996.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tidak ada komentar