• Breaking News

    Sayang Sekali, Malaysia Lebih Menghargai Dan mendukung Hasil Kreasi Anak Bangsa


    Pada 22 November 2013, hati Ricky Elson berbunga-bunga. Kerja kerasnya bersama puluhan anggota tim bengkel modifikasi Kupu-Kupu Malam mendapat apresiasi dari pemerintah. Dua unit mobil listrik mereka, dinamai Gendis dan Selo, ditengok oleh Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta di pelataran Universitas Gadjah Mada.

    Selo dengan konsep sport bisa melaju dengan hingga kecepatan 200 km/jam, sementara untuk Gendis yang menyerupai minibus premium berkecepatan maksimal 140 km/jam. Nyaris seluruh komponennya buatan dalam negeri. Termasuk baterai yang selama ini jadi hambatan produksi mobil sejenis di seluruh dunia.

    Pada saat itu, Hatta berjanji akan memperjuangkan mobil buatan anak bangsa itu menjadi program pemerintah. Dia menilai tahapan uji coba Selo maupun Gendis masuk level 7, artinya cuma butuh dua tahap lagi buat produksi massal.

    "Pak Presiden juga sudah sampaikan agar mobil transportasi bisa berbasis listrik, seperti bus, kita juga buat bus listrik, nanti akan kita pakai di kementerian-kementerian terlebih dahulu," kata menristek saat itu.

    Ricky berharap banyak, apalagi dua kementerian telah mendukung. Terutama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang sejak awal memintanya balik ke Indonesia pada 2012.

    Ricky sebetulnya sudah mapan bekerja di NIDEC Coorporation, perusahaan baterai listrik berpusat di Kyoto, Jepang, dengan posisi kepala divisi penelitian. Setelah lulus SMA Negeri 5 Padang, dia sempat mengenyam pendidikan sebentar di Universitas Andalas, lantas melamar beasiswa ke Negeri Matahari Terbit, dan diterima. Nyaris 14 tahun dihabiskannya buat sekolah dan berkarir di sana.


    Berkat bujukan Dahlan yang serius memberi gelontoran dana besar, dia pun pulang kampung, lantas mengembangkan teknologi baterai mobil berbahan lokal. Saat proyek selo diumumkan Mei tahun lalu, minimal Menteri BUMN sudah mengucurkan Rp 1,5 miliar.

    'Lampu hijau' beberapa menteri rupanya tak menjamin proyek mobil listrik anak negeri itu melaju mulus ke fase produksi massal. Surat keputusan Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor (BPLJSKB) Kementerian Perhubungan di Bekasi, Jawa Barat, tak kunjung keluar sejak pertama kali didaftarkan pada September 2013. Padahal, informasi diterima Dahlan, otoritas perhubungan menilai Selo maupun Gendis tak banyak kekurangan.

    Kabar buruk itu pun muncul awal pekan ini. Ricky dipanggil pulang oleh perusahaan lamanya. Niatan hengkang dari Indonesia lantas disampaikan kepada Dahlan. Bila tak kembali bekerja, pilihannya hanya resign alias mengajukan pengunduran diri.

    Selama di Indonesia, pria asli Minangkabau yang telah beristri ini cuma mengandalkan izin cuti khusus. Mantan Direktur Utama PT PLN tersebut cuma bisa pasrah, lalu minta maaf pada Ricky.

    "Sudah membuktikan di dalam negeri tidak mendapatkan sambutan, tidak mendapatkan fasilitas yang memadai, boleh dikata tidak ada kepastian. Saya minta maaf kepada mas Ricky. Karena saya bayangkan bisa mengabdi di dalam negeri," kata Dahlan.

    Proyek Dahlan itu resmi terkatung-katung. Bukan sekadar izin jalan, surat lolos uji coba Kemristek pun ternyata belum dikantongi tim mobil listrik sejak berbulan-bulan lalu. Ini menimbulkan keresahan bagi Ricky.

    "Kita menunggu perizinan, bukan diizinkan produksi masal. Kita hanya ingin dibolehkan uji coba, bersyarat juga tidak apa apa," ucap Ricky ketika dihubungi merdeka.com kemarin.

    Dahlan dan tim mobil listriknya, termasuk Ricky, tak ingin mengulangi kegagalan Tuxuci yang remuk menabrak tebing di Karanganyar, Jawa Tengah tahun lalu. Sebelum melintasi jalanan sungguhan, karya mereka harus sudah mendapat izin dari otoritas terkait.

    "Kita hanya butuh tempat uji langsung. Kita tidak seperti pabrikan mobil Jepang yang mereka punya sendiri. Jadi wajar saja meminta izin jalan raya. Kalau tidak jalan raya, baterai satu ton seperti Tucuxi kemarin bisa nabrak kan," kata Ricky.

    Dahlan sempat terpukul, sebab Ricky kembali ke Indonesia tak sekadar memproduksi mobil. Bersama puluhan mahasiswa dari pelbagai kampus, di bengkel yang berlokasi Kampung Ciheras, Tasikmalaya, Jawa Barat, dia sekaligus mengembangkan produk listrik terapan bermanfaat buat masyarakat.

    Mulai dari pembangkit listrik hidro dan angin, serta becak listrik. Semua teknologi ini, kata Ricky, akan sangat bermanfaat 10-20 tahun mendatang. Dahlan meyakini semua itu sia-sia, bila dia memilih kembali bekerja di Jepang.

    Beruntung, kisah pria dijuluki 'putra petir' oleh Dahlan itu, untuk sementara tak berakhir kelam. Ricky memutuskan mundur dari NIDEC. Dia memberanikan diri tak kembali ke Jepang lantaran mendapat sokongan dana dari kolega asal Malaysia hingga 2015. Tak cuma biaya hidup, anggaran untuk riset dan pengembangan juga ditanggung sang donatur yang dipastikan bukan Dahlan Iskan.

    Kabar itu disampaikan pertama kali di laman Facebook miliknya pada Selasa (14/4). Saat dikonfirmasi merdeka.com, siapa identitas donatur barunya itu, Ricky menolak menjelaskan. "Secret, permintaan beliau," ujarnya singkat.

    Belum jelas apakah penyandang dana program Ricky seorang warga negara Indonesia, atau warga asli Malaysia, atau justru di luar semua kemungkinan itu.

    Dalam laman Facebook-nya, Ricky merinci cerita di balik keputusannya mantab terus mengabdi di Tanah Air.

    "Dari telfon di negri seberang (Malaysia) seorang saudara yg hatinya... telah digerakkan oleh SANG PENGUASA HATI, berkata, Ricky, teruskan perjuanganmu di Indonesia... insyaAllah, kami disini dengan izin NYA, akan memberikan dukungan finansial utk 1thn kedepan atas upaya pengembangan teknologi dan pembimbingan generasi muda dalam RnD teknologi yg bermanfaat utk rakyat," demikian tulis Ricky di statusnya.

    Ricky mengaku belum tahu kapan surat pengunduran diri akan diserahkan pada perusahaan lamanya. "Sambil berfikir, metode resign yang baik. Alhamdulilah, hati dan tekad ini telah bulat berkarya di Indonesia," imbuhnya.

    Pria 33 tahun ini menegaskan tidak akan berhenti menciptakan mobil listrik berlabel Made in Indonesia. Soalnya, negara ini pasti akan membutuhkannya dalam dua dekade mendatang.

    Dia khawatir, bila pemerintah tidak mendukung dan bergerak sejak sekarang bukan mustahil Indonesia akan terus diserbu produk otomotif asal Jepang. Sebab, banyak perusahaan di Negeri Matahari Terbit itu sudah mengarahkan produknya agar bertenaga listrik.

    "Yang jelas mau tidak mau perusahaan Jepang akan terus memacu hemat energi. Sekarang saja mereka sudah membawa kendaraan hybrid di Indonesia. Mereka juga mengembangkan mobil listrik," kata lulusan Ashikaga Institute of Technology, Kota Tochigi, Jepang, ini.

    Dengan keputusan bertahan di Indonesia, terutama karena adanya bantuan 'tokoh' asal Malaysia, Ricky berjanji memberi lebih banyak sumbangsih buat masyarakat. Selain membuat mobil listrik, dia sekaligus berkeliling kampus. Hal ini dilakukan agar generasi muda dan mahasiswa Indonesia memahami teknologi mobil listrik yang hemat energi.

    "Kita sudah berkeliling ke universitas. Saya berdiskusi dengan mahasiswa. Saya juga ke Pindad mengembangkan motor listrik," ucapnya.
    [ard]

    Infokan pada teman/kerabat anda yang membutuhkan informasi ini. KLIK TOMBOL :

    FacebookGoogle+Twitter WhatsApp

    Post Bottom Ad